SURYA SARI ENTERPRISE: Kanguru Memainkan Celah

Kamis, 21 Maret 2019

Kanguru Memainkan Celah


Kanguru Memainkan Celah
Timor Leste merasa Australia telah mengadalinya. Fulus ratusan trilyun dari minyak dan gas di Celah Timor baru sebatas angan-angan. Menjadi salah satu negara paling melarat di dunia.


PASUKAN Penjaga perdamaian PBB segera cabut dari bumi Timor Leste, dalam satu-dua pekan mendatang. Rezeki bekas provinsi ke-27 itu pun segera berkurang. Australia, negeri yang sejak awal mendukung pisahnya Timor Timur dari Indonesia, tak lagi bisa diandalkan. “Negeri kanguru” itu malah jadi sumber kemarahan baru bagi warga Timor Leste. “Australia merebut satu-satunya sumber alam kami”, kata Presiden XananaGusmao, saat menyampaikan pidatonya dalam perayaan 30 tahun revolusi Portugal di Lisbon, Jumat lalu. Xanana menganggap perjanjian pengelolaan Celah Timor yang ada saat ini merugikan Timor Leste.

            Perjanjian sementara itu diteken Mari Alkatiri, Perdana Menteri Timor Leste, dan Alexander Downer, Menteri Luar Negeri Australia, 20 Mei 2002, beberapa jam setelah PBB mengumumkan pengakuan berdirinya negera Timor Leste. Isinya mempertahankan perjanjian lama, Timor Sea Treaty, yang diteken Menteri Luar Negeri Ali alatas dan sejawatnya dari Australia, Gareth Evans, 11 Desember 1989. Kini bagian untuk Indonesia beralih ke Timor Leste.

            Timor Sea Treaty 1989 membagi Celah Timor dalam tiga zona pengelolaan. Zona A atau kawasan kerja sama dikelola bersama kedua negara dengan bagi hasil 50-50.
Sumur minyak Bayu Undan di kawasan ini diperkirakan mengandung minyak dan gas senilai US$4 milyar, sekitar Rp34 trilyun, di luar biaya penambangan.

            Zona B yang berada di perairan Australia, berdasarkan perjanjian batas wilayah Indonesia-Australia pada 1972, dikuasai Australia. Timor Leste dapat bagian 18%. Daerah ini sangat kaya minyak, terutama dari sumur Greater Sunrise. Berdasar penelitian Woodside Petroleum, anak perusahaan Shell, ladang minyak dan gas itu akan menghasilkan US$30 milyar atau sekitar Rp260 trilyun diluar biaya penambangan. Sumur lain di zona ini adalah Luminaria dan Carolina, menghasilkan US$6 milyar. Zona C yang berada diperairan Timor dikiasai sepenuhnya oleh Timor Leste. Namun kawasan ini diperkirakan miskin harta.

            Maunya Australia, perjanjian interim itu dikekalkan. Imbalannya, Australia akan menambah porsi Timor Leste di zona kerja sama menjadi 90%. Namun Xanana dan para sohibnya menolak. Dili ngotot agar pembagian pengelolaan Celah Timor didasarkan pada batas wilayah laut kedua negara menurut aturan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982. Konvensi itu menyebutkan, bila laut antar-wilayah dua negara kurang dari 400 mil laut, jarak Australia dan Timor masuk aturan ini, batas wilayah dua negara dihitung pada garis tengahnya

            Kalau kemauan Timor Leste ini dituruti, Australia merasa rugi. Sebab, sumur minyak yang sudah ketahuan kandungan minyaknya—Greater Sunrise, Bayu Undan, Laminaria, dan Carolina—akan masuk seluruhnya ke wilayah Timor Leste. Minyak di kawasan itu akan menghasilkan duit sekitar US$40 milyar atau sekitar Rp340 trilyun.

            Australia pun berusaha mengulur terjadinya kesepakatan. Perundingan antara utusan Australia dan juru runding Timor Leste di Dili menemui jalan buntu. Pembicaraan lanjutan baru akan dilakukan September depan. Peter Galbraith, utusan PBB yang juga juru runding Timor Leste, menuding negeri kanguru sengaja memperlambat penyelesaian pengelolaan Celah Timor antar-kedua negara. Tujuannya, agar duit hasil penambangan migas di Celah Timor yang kini masih dilakukan, semua masuk ke kantong Australia. Selama belum ada kesepakatan baru, Timor Leste tak bisa memaksa Canberra membagi hasil penambangan.

            Australia berkongsi dengan enam juragan migas, mengeksplorasi dan mengeksploitasi rezeki dari sumur di Celah Timor. Mereka adalah Woodside Petroleum, Santos (penambang gas terbesar di daratan Australia), Inpex (juragan migas dari Jepang), Kerr-McGee Corp (perusahaan minyak asal Amerika Serikat), Agip (perusahaan minyak dari Italia), dan Osaka Gas (Jepang).

            Dari hasil pengisapan migas di Celah Timor, setidaknya sudah masuk royalti US$ 300 juta atau sekitar Rp 2,6 trilyun per tahun ke kas Australia. Tak sepeser pun masuk ke kantong kas Dili. Gara-gara hal ini, kelompok oposisi Partai Hijau menyebut penguasa Australia saat ini tak bermoral dan serakah. “Merampok kekayaan negara paling miskin di kawasan ini”, katanya. Padahal, harta yang dicuri Australia itu, kata Senator Bob Brown, salah satu pentolannya, sangat diperlukan untuk membangun jalan, membeli makanan, menjaga keamanan, membangun sekolah, dan mendirikan rumah sakit dengan biaya murah bagi pasien.

            Pemerintah Australia sendiri menampik tuduhan pejabat Timor Leste dan oposisinya. Tudingan itu, kata Alexander Downer, dilontarkan hanya untuk mendapatkan bagian lebih gede bagi Timor Leste. “Mereka melihat tuduhan itu jadi cara ampuh meningkatkan kekuatan negosiasi mereka”, kata Downer. Ia menambahkan, Australia akan mengikuti setiap proses perundingan dengan baik berdasarkan cara Australia sendiri”. Cara itu yang membuat Xanana merasa di-kadal-i. G

IRWAN ANDRI  ATMANTO, DAN ANTONIUS UNTAOLIN (KUPANG)
© 2005 Retyped by Pakne WSR.     
From GATRA magazine NO.25 TAHUN X · 8 MEI 2004
Page 70-71