SURYA SARI ENTERPRISE: Berani Untuk Berpikir dan Berontak

Minggu, 17 Maret 2019

Berani Untuk Berpikir dan Berontak

Berani Untuk Berpikir dan Berontak 
BERNARIDHO I.H. 
Business Inteligence Expert 


Sudah banyak wacana yang digulirkan tentang cara untuk mengejar ketinggalan kita. Beberapa ide yang paling populer, antara lain mengurangi tarif akses web, memakai perangkat lunak open source, memperbanyak konten tutorial pemrograman, dan kerjasama antar instansi untuk meningkatkan penggunaan komputer. 

Saya melihat ide-ide di atas bagus, namun tidak satu pun di antaranya menjadi ide sentral terpenting yang akan memampukan kita bersaing ketat. Implementasi ide-ide seperti yang saya sebut pada awal tulisan ini tidak akan memampukan kita dapat bersaing dengan India, misalnya. 

Apa ide sentral terpenting untuk dapat bersaing dalam rekayasa TI? Ide sentral pertama adalah mengelola harapan (manage your expectation). Ide sentral kedua adalah berani untuk berpikir dan berontak. Saya akan ulas mengelola harapan pada tulisan lain. Kali ini saya fokus kepada ide tentang berani untuk berpikir dan berontak. 

Dunia TI saat ini sangat kompleks: berisi banyak propaganda, perubahan yang cepat, dan persaingan yang ketat. Dalam bisnis TI seperti halnya dalam banyak bisnis lain, prinsip “If you cannot convince them, confuse them” sering diterapkan. Penerapan prinsip ini tidak terbatas ke dunia bisnis dan tidak pandang bulu; akademisi, praktisi profesional, praktisi di komunitas open source dapat menjadi korban; tidak ada yang kebal. 

Dalam hal apa kita perlu untuk berani berpikir dan berontak? Dalam menghadapi istilah dan/atau teori tentang object-oriented, OLAP, flat-file, entity, schema, dan banyak lagi. Istilah-istilah tersebut adalah istilah-istilah yang kacau. Pengajaran yang memakai istilah-istilah tersebut – terutama bagi mahasiswa – adalah pengajaran yang keliru dan tidak berguna. 

Pada PC Media edisi 08/2006, saya menulis bahwa pendidikan informatika (rekayasa perangkat lunak) di Indonesia tidak menghasilkan alumni yang unggul secara signifikan dari orang otodidak. Kalau mau adil, harus dikatakan bahwa fenomena ini juga mulai berlaku bagi banyak alumni pendidikan informatika di luar negeri. Contoh pertama: banyak Oracle DBA di luar negeri yang tidak memiliki pendidikan formal informatics (computer science). Contoh kedua: revolusi di bidang perangkat lunak dalam hal opened-source code dihasilkan orang-orang nonakademis, seperti Richard Stallman dan Linus Torvald, bukan para profesor dengan segudang research papers. Contoh-contoh lain bisa diperoleh. 

Mengapa kita perlu membenahi pendidikan formal rekayasa perangkat lunak? Karena kita tidak bisa mengandalkan orang-orang otodidak dalam mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju. Dengan segala hormat kepada para pendukung gerakan opened-source code, saya katakan bahwa opened-source code movement dengan segala kebaikannya tidak memungkinkan kita bersaing ketat dengan negara-negara maju. Mengapa? Para personil di berbagai organisasi opened-source code juga tidak memperbaiki kesalahan-kesalahan teori tentang object oriented, OLAP, flat-file, entity, schema, dan banyak lagi. Sebagai akibatnya, kita akan tetap wasting resources dalam jumlah besar saat mempelajari teori-teori tersebut; entah memakai opened-source code software atau closed-source code software. 

Para praktisi umumnya tidak suka diajak bicara tentang teori. Tetapi suka atau tidak, kita semua bertindak karena ada teori di kepala kita. Suka atau tidak, praktisi TI berhadapan dengan teori yang ada dalam manual, help, document, training, dan majalah. Banyak kesulitan dalam praktek TI saat ini bersumber dari parahnya teori-teori yang ada dalam TI. Selama kita tunduk pada teori-teori yang dijejalkan, kita tidak akan pernah membuat kemajuan secara signifikan. 

Kemajuan sains dan teknologi sarat dengan pribadi pemberontak dan tindakan pemberontakan terhadap hal-hal yang dianggap mapan. Sadari juga bahwa kita seharusnya tidak asal berontak. Teori yang ada perlu diperiksa dengan seksama. 

Saya pribadi dalam derajat tertentu menerapkan apa yang saya tulis di sini. Contoh pemberontakan saya terhadap teori open source dapat anda baca dalam dua artikel di Info LINUX edisi 03 dan 04/2007 (yang juga berisi alasan pemakaian istilah opened – source-code). Artikel saya di PC Media bulan depan juga menerapkan anjuran ini. 

Hmm, apakah India maju dalam bidang TI tanpa membuat teori-teori baru? Saya ingin dengar pendapat Anda. Silakan e-mail saya (ridho@biztek.info).


Kata Kunci untuk Artikel Ini

  • mengurangi tarif akses web
  • memakai perangkat lunak open source
  • memperbanyak konten tutorial pemrograman
  • kerjasama antar instansi untuk meningkatkan penggunaan komputer