Pertimbangan Yang
Sering dipergunakan Orang Jawa
Dalam Memilih Jodoh
Banyak pertimbangan yang sering dipergunakan orang Jawa
dalam memilih jodoh. Menurut Suwardi
Endraswara dalam bukunya Rasa Sejati,
Misteri Seks Dunia Kejawen (2006), banyak cara pula ketika laki-laki hendak
memilih perempuan. Tradisi Jawa telah
menggariskan wanita memang layak dalam posisi dipilih. Maka, ada sejumlah pertimbangan penting yang
sering digunakan orang Jawa agar kelak tidak menyesal. Hal ini sesuai dengan penuturan R Ng
Ranggawarsita dalam Serat Cemporet. Pada umumnya, perhatian diarahkan pada watak
yang mendominasi. Ada tiga watak wanita baik versi
Ranggawarsita yang layak menjadi pertimbangan laki-laki untuk menikahi
jodohnya.
- Watak Wedi. Maksudnya menyerah, pasrah dan jangan
suka mencela, membantah ataupun menolak pembicaraan. Lakukanlah saja perintah dengan
sungguh-sungguh sepenuh hati.
- Watak Gemi. Maksudnya tidak boros akan nafkah yang
diberikan. Banyak atau sedikit
harus diterima dengan rasa syukur.
Tidak boros, juga berarti dapat menyimpan rahasia suami, tidak
banyak bicara yang tidak bermanfaat.
- Watak Gemati. Maksudnya penuh kasih. Yakni menjaga terhadap apa yang
disenangi suami, lengkap dengan alat-alat kesenangannya, seperti dalam
menyediakan pakaian, makan, dan minum serta dalam segala tindakan.
Akan tetapi, ada juga hal-hal yang bisa merendahkan
derajat wanita sebagai istri. Yakni
apabila ia berani berbuat sembrana
yang menunjukkan ketidaktaatan, suka menyangkal pembicaraan, sering membantah,
bicara tidak sopan, merusak nafkah, sangat berani dan hanya berdasarkan
kemauannya sendiri serta tidak mempunyai rasa sayang akan pemberian suami. Selain itu, tidak menjaga hal-hal yang
seharusnya menjadi rahasia. Misalnya,
suka membuka-buka rahasia, suka mengaduk-aduk tetangganya dan lebih suka
menciptakan konflik. Watak perempuan
yang tidak disukai juga bila hatinya penuh dengan syak wasangka, suka pamer,
tidak lurus, tidak tulus, curang, nakal, dan berbuat sembarangan. Bila watak-watak semacam ini mengendap pada
diri wanita, akan banyak disingkiri.
Sebab, watak-watak yang bisa merendahkan derajat serendah-rendahnya itu
sama saja dengan memilih hidup nista dan sengsara.
Oleh
sebab itu, budaya Jawa memperhatikan konsep bobot,
bibit, bebet jika seseorang hendak menikahkan anaknya. Bibit
harus dipertimbangkan dari segi keturunannya.
Bebet adalah melihat seseorang
dari siapa orangtuanya dan apakah wanita ini masih memiliki keberuntungan. Sedang dari sisi keturunan, wanita yang
memiliki bobot itu bisa ditinjau dari
tujuh macam keturunan.
1. Keturunan darah
penguasa atau bangsawan Jawa yang masih memiliki derajat dalam hidupnya.
2. Keturunan para ahli
agama, para alim ulama atau cendikiawan agama.
3. Keturunan para ahli
pertapa, para pendeta, yang melakukan puja
brata.
4. Keturunan para ilmuan,
orang-orang yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
kebijakan.
5. Keturunan para tukang,
para pandai atau praktisi dalam berbagai bidang kekaryaan dan keterampilan.
6. Keturunan para
prajurit, tentara pemberani, yang memiliki kemampuan bela negara.
7. Keturunan petani yang
rajin mengolah sawah ladang.
Disadur
dari buku Dunia Spiritual Soeharto oleh: Arwan Tuti Artha hal 90 – 93.