Oo... Asing too?...
Agenda rutin hari minggu pagi:
v Bangun pagi
usai shalat subuh langsung minum AQUA
satu literan.
v Siap-siap
olah raga sembari ngemil Taro untuk
iseng-iseng mengisi perut.
v Lari pagi
keliling komplek, berhenti sebentar di warung rokok membeli Ades kemasan 300 ml.
v Satu jam
olah raga, di rumah sudah tersedia segelas susu
SGM agar badan tetap fit.
v Cukup satu
tegukan, segelas susu ludes, dan langsung mandi memakai sabun Lux
v Badan
segar. Baca koran sambil minum Teh hangat Sariwangi.
v Satu jam
kemudian, sarapan sudah siap. Telor
ceplok tersaji di meja, ditemani Kecap
cap Bango.
v Selesai
sarapan baca koran dilanjutkan. Di
sebelah sudah tersedia Biskuit Helios
dan Nyam-Nyam punya anak-anak untuk
sekedar camilan.
v Sebentar
kemudian tersedia pula kentang goreng ala Kentucky dengan ditemani Saos Tomat dan Saos Sambal ABC.
***
Mungkin begitu agenda rutin anda tiap
hari libur. Atau setidaknya
mendekatilah. Tapi sadarkah anda bahwa
makanan yang anda makan dan minuman yang anda teguk itu kelak hanya memperkaya
orang-orang asing? Pasalnya, perusahaan
yang memproduksinya adalah milik orang asing.
ABC pemilik 65 persen saham adalah
H.J.Heinz (AS). Sariwangi, Bango, dan
Taro sudah 100 persen milik Unilever (Inggris).
AQUA, 74 persen dikuasai Danone (Perancis). Helios dan Nyam-Nyam total dipegang Cambell
(AS). Ades milik Coca~Cola. SGM lewat Sari Husada 82 persen dimiliki
Numico (Belanda).
Kalau pun anda tidak menyadarinya, tak
perlu khawatir, anda tidak sendirian.
Banyak di antara kita yang tidak tahu bahwa ternyata produk-produk
terkenal bemerek lokal itu sudah jatuh ke tangan Asinglewat langkah akuisisi,
entah ekuisi total atau mereknya saja.
Dan kondisi seperti itu bukan Cuma di bidang barang konsumsi (consumer
goods). Karena nyaris di semua bidang
usaha, asing sudah mengangkanginya.
Ibaratnya, si asing ini sudah sempurna dalam mengisi sendi-sendi
kehidupan kita.
Anda membangun rumah misalnya, maka anda
butuh semen. Mau Semen ‘Tiga Roda’
bikinan Indocement maupun Semen Gresik,
semuanya sudah dikuasai asing.
Indocement dipegang Heidelberg Jerman, sedangkan Semen Gresik oleh Cemex
Meksiko.
Begitu juga saat berhubungan dengan
Bank. BCA sudah digenggam konsorsium
asing Farallon (meski di dalamnya ada Grup Jarum). Danamon juga sudah melayang ke asing yang
saat ini dikuasai Asia Financial Indonesia (AFI), yang merupakan konsorsium
Deutsche Bank dan Temasek Singapura.
“Barangkali saat ini Anda sudah merasa
Nasionalis”, karena sebagian kebutuhan hidup memakai produk bermerek
lokal. “Tapi kuburlah saat ini rasa
Nasionalis itu.” Merek lokal sudah tidak
jaminan lagi dimiliki oleh orang lokal.
Merek lokal yang skalanya sudah me-Nasional, banyak yang berpindah
tangan.
Memang ada yang berpendapat bahwa: asing
tidaklah masalah, toh mereka tetap membayar pajak, membuka lapangan kerja, dan
menumbuhkan perekonomian Nasional.
Betul, tapi masalahnya, apakah kita tidak “nelangsa” (nelongso) kalau
semua produk yang dikonsumsi demi keuntungan asing?.
Repatriasi (pemulangan) keuntungan yang
dibawa oleh perusahaan asing ke negeri masing-masing sangatlah besar. Belum ada data resmi. Tapi ada yang memperkirakan bahwa per tahun
repatriasi ini bisa mencapai belasan miliar dolar. Taruhlah 10 miliar dolar saja, itu berarti
sudah Rp 85 triliun.
Kalau saja perusahaan asing tersebut
memang sejak awal menanamkan modal lewat PMA (Penanaman Modal Asing) tak begitu
masalah. Di kasus ini, perusahaan asing
tersebut tinggal membeli perusahaan lokal yang pasarnya sudah jadi dan tinggal
memetik keuntungan. Kecenderungan itu
klop dengan kebijakan “Meganomics” yang bermental pedagang. Ada barang bagus dijual. BCA bagus dijual, Indosat bagus dilego. Dan
masih banyak yang lain. Pada gilirannya,
kita akan kerepotan karena begitu banyak dolar yang keluar dari Indonesia
akibat dari repatriasi ini.
Jika Anda memakai atau mengkonsumsi
merek lokal, cari tahulah siapa pemiliknya.
Dan kelak akan sering anda bergumam,
“...Ooo... Asing too?”
·
Berpindahtangannya kepemilikan
perusahaan lokal ke tangan asing mengilhami lahirnya artikel ini.
Di sadur dari:
Kitab Negara Kuli (Apa lagi yang kita punya?)
Karya Anif Punto Utomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar