SURYA SARI ENTERPRISE: Oo... Asing too?...

Rabu, 01 Mei 2019

Oo... Asing too?...


Oo... Asing too?...

       Agenda rutin hari minggu pagi:
v Bangun pagi usai shalat subuh langsung minum AQUA satu literan.
v Siap-siap olah raga sembari ngemil Taro untuk iseng-iseng mengisi perut.
v Lari pagi keliling komplek, berhenti sebentar di warung rokok membeli Ades kemasan 300 ml.
v Satu jam olah raga, di rumah sudah tersedia segelas susu SGM agar badan tetap fit.
v Cukup satu tegukan, segelas susu ludes, dan langsung mandi memakai sabun Lux
v Badan segar.  Baca koran sambil minum Teh hangat Sariwangi.
v Satu jam kemudian, sarapan sudah siap.  Telor ceplok tersaji di meja, ditemani Kecap cap Bango.
v Selesai sarapan baca koran dilanjutkan.  Di sebelah sudah tersedia Biskuit Helios dan Nyam-Nyam punya anak-anak untuk sekedar camilan.
v Sebentar kemudian tersedia pula kentang goreng ala Kentucky dengan ditemani Saos Tomat dan Saos Sambal ABC.
***

       Mungkin begitu agenda rutin anda tiap hari libur.  Atau setidaknya mendekatilah.  Tapi sadarkah anda bahwa makanan yang anda makan dan minuman yang anda teguk itu kelak hanya memperkaya orang-orang asing?  Pasalnya, perusahaan yang memproduksinya adalah milik orang asing.
       ABC pemilik 65 persen saham adalah H.J.Heinz (AS).  Sariwangi, Bango, dan Taro sudah 100 persen milik Unilever (Inggris).  AQUA, 74 persen dikuasai Danone (Perancis).  Helios dan Nyam-Nyam total dipegang Cambell (AS).  Ades milik Coca~Cola.  SGM lewat Sari Husada 82 persen dimiliki Numico (Belanda).
       Kalau pun anda tidak menyadarinya, tak perlu khawatir, anda tidak sendirian.  Banyak di antara kita yang tidak tahu bahwa ternyata produk-produk terkenal bemerek lokal itu sudah jatuh ke tangan Asinglewat langkah akuisisi, entah ekuisi total atau mereknya saja.  Dan kondisi seperti itu bukan Cuma di bidang barang konsumsi (consumer goods).  Karena nyaris di semua bidang usaha, asing sudah mengangkanginya.  Ibaratnya, si asing ini sudah sempurna dalam mengisi sendi-sendi kehidupan kita.
       Anda membangun rumah misalnya, maka anda butuh semen.  Mau SemenTiga Roda’ bikinan Indocement maupun Semen Gresik, semuanya sudah dikuasai asing.  Indocement dipegang Heidelberg Jerman, sedangkan Semen Gresik oleh Cemex Meksiko.
       Begitu juga saat berhubungan dengan Bank.  BCA sudah digenggam konsorsium asing Farallon (meski di dalamnya ada Grup Jarum).  Danamon juga sudah melayang ke asing yang saat ini dikuasai Asia Financial Indonesia (AFI), yang merupakan konsorsium Deutsche Bank dan Temasek Singapura.
       “Barangkali saat ini Anda sudah merasa Nasionalis”, karena sebagian kebutuhan hidup memakai produk bermerek lokal.  “Tapi kuburlah saat ini rasa Nasionalis itu.”  Merek lokal sudah tidak jaminan lagi dimiliki oleh orang lokal.  Merek lokal yang skalanya sudah me-Nasional, banyak yang berpindah tangan.
       Memang ada yang berpendapat bahwa: asing tidaklah masalah, toh mereka tetap membayar pajak, membuka lapangan kerja, dan menumbuhkan perekonomian Nasional.  Betul, tapi masalahnya, apakah kita tidak “nelangsa” (nelongso) kalau semua produk yang dikonsumsi demi keuntungan asing?.
       Repatriasi (pemulangan) keuntungan yang dibawa oleh perusahaan asing ke negeri masing-masing sangatlah besar.  Belum ada data resmi.  Tapi ada yang memperkirakan bahwa per tahun repatriasi ini bisa mencapai belasan miliar dolar.  Taruhlah 10 miliar dolar saja, itu berarti sudah Rp 85 triliun.
       Kalau saja perusahaan asing tersebut memang sejak awal menanamkan modal lewat PMA (Penanaman Modal Asing) tak begitu masalah.  Di kasus ini, perusahaan asing tersebut tinggal membeli perusahaan lokal yang pasarnya sudah jadi dan tinggal memetik keuntungan.  Kecenderungan itu klop dengan kebijakan “Meganomics” yang bermental pedagang.  Ada barang bagus dijual.  BCA bagus dijual, Indosat bagus dilego. Dan masih banyak yang lain.  Pada gilirannya, kita akan kerepotan karena begitu banyak dolar yang keluar dari Indonesia akibat dari repatriasi ini.
       Jika Anda memakai atau mengkonsumsi merek lokal, cari tahulah siapa pemiliknya.  Dan kelak akan sering anda bergumam,  “...Ooo... Asing too?”

·       Berpindahtangannya kepemilikan perusahaan lokal ke tangan asing mengilhami lahirnya artikel ini.

Di sadur dari:
 Kitab Negara Kuli (Apa lagi yang kita punya?)
Karya Anif Punto Utomo

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar