SURYA SARI ENTERPRISE: Hantu Suap

Rabu, 22 Mei 2019

Hantu Suap


Hantu Suap

       Anda akrab dengan internet?  Sekali waktu bukalah mesin pencari www.google.com.  Tulis di kolom pencarian kata ‘suap’ dan pilih ‘cari di halaman Indonesia’, kemudian diklik.
       Seketika akan muncul 15.700 lokasi web mengenai suap.  Jika satu halaman menyajikan 10 alamat web, kita perlu mengklik 1.530 kali.  Dan jika diperlukan waktu 4 detik untuk buka satu halaman, berarti butuh dua jam untuk membuka semua lokasi yang tampil.
       Di situ ada tulisan mengenai tudingan suap para polisi, praktek suap di DPR dan DPRD, suap para wartawan, suap kepada para pejabat negara, suap pada pimpinan partai terbesar, suap untuk hakim dan jaksa, suap pada pemain bola, sampai pada suap beneran, yakni tatacara menyuap bayi.
       Banyaknya website yang menampilkan kata suap sudah menjadi pembicaraan sehari-hari dan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita.  Kenyataanya memang di setiap kita berurusan dengan birokrat, maka suap berlaku.  Tak ada suap urusan jadi tak karuan.
       Saat anda mengurus surat ijin mengemudi (SIM) misalnya, kalau mau jujur-jujuran Anda hanya dipingpong kanan kiri, dan jangan berharap sehari bisa kelar.  Tapi dengan suap kiri kanan, Anda Cuma diminta foto dan tanda tangan, tunggu di kantin, dua jam kemudian SIM sudah di tangan.
       Hal serupa terjadi di semua instansi.  Mau mengurus ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin mendirikan perusahaan, membikin paspor, ijin investasi, ikut jadi peserta tender, dll, baru beres jika disediakan uang suap.  Bahkan yang aneh, membayar pajak pun harus menyuap para petugas.
       Suap sudah membudaya dalam setiap aspek kehidupan, dan celakanya cenderung semakin akut.  Suap menjadi sangat biasa.  Suap sudah tidak lagi dianggap sebagai perbuatan kriminal.  Sebagian besar orang sudah menganggapnya sebagai bagian dari rejeki yang diberikan oleh yang di Atas.
       Dari sisi ekonomi-bisnis, budaya suap telah merontokkan daya saing perekonomian dan iklim usaha di Indonesia.  Para pengusaha yang semestinya dilayani dengan baik agar betah berinvestasi di sini, malah menjadi pihak yang harus diperas dengan berbagai alasan.
       Tak pelak, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun kemudian menyatakan perang terhadap suap.  Perang tersebut diwujudkan dalam Kampanye Nasional Anti Suap (KNAS) 2003-2004 dan Gerakan Nasional Anti Suap (GNAS) 2005-2015.
       Dalam pidato di depan peserta ASEAN Business and Invesment Summit di Bali, PM Malaysia Mahathir Mohammad mengatakan bahwa pemerintah jangan menjadi hantu yang menakutkan bagi dunia usaha.  Karena jika hantu yang diperankan, maka pembangunan ekonomi suatu negara akan terhambat.
       Suap, dalam terminologi Mahathir tersebut bisa dimasukkan dalam kategori hantu.  Dengan begitu, Kadin bersama komunitas bisnis yang lain, sedang berperang melawan hantu.  Akankah Kadin akan menang dalam peperangan yang maha berat tersebut?
       Hantu acap kali disamakan dengan setan.  Karena itu, senjata melawan hantu adalah kebersihan hati, masalahnya apakah anggota Kadin dan komunitas bisnis lain juga sudah benar-benar bersih untuk bisa melawan hantu?
       Lagi pula, masalah suap menyuap, selalu melibatkan dua pihak, yakni pihak yang menyuap dan disuap.  Nah, bagaimana kalau pihak yang menyuap sudah sadar, tapi yang ingin disuap masih saja menjadi hantu?  Dipastikan tidak akan jalan.
       Di jagad persuapan ini, yang lebih menjadi kunci sebetulnya adalah penerima alias para birokrat itu.  Jika mereka mengikrarkan diri tidak mau terima, maka tak ada lagi suap menyuap.  Tapi kalau mereka masih atau bahkan minta disuap, maka keinginan menghapus suap tinggal cita-cita.
       Sanksi moral tidak lagi cukup untuk menghukum penerima suap.  Moral mereka sudah terdegradasi ketitik paling nadir, sehingga tidak ada lagi rasa malu.  Kisah-kisah tragis kehidupan para koruptor di masa senja tak juga mengusik mereka yang baru asyik menerima suap.
       Suap semestinya hanya diberikan kepada bayi atau anak kecil.  Kalau para penyelenggara negara masih saja ingin disuap, apa bedanya dengan anak kecil.  Pantas saja kalau kemudian negara kita tidak bisa maju-maju.
*Tulisan ini terinspirasi oleh KADIN yang menyatakan perang terhadap suap.

Di sadur dari:
 Kitab Negara Kuli (Apa lagi yang kita punya?)
Karya Anif Punto Utomo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar